Anak Anemia Lebih Rentan Terkena Flek Paru? Simak Penjelasannya!
Benarkah anak anemia lebih rentan terkena flek paru? Pahami hubungan antara kekurangan darah dan risiko infeksi TB serta cara pencegahan terbaiknya di sini.
Siti Atqiya
9/10/20252 min read


Anemia pada anak merupakan salah satu masalah gizi utama yang masih tinggi prevalensinya di Indonesia. Studi di Kabupaten Cirebon tahun 2020 menemukan prevalensi anemia sebesar 36,8% pada balita, dengan kadar hemoglobin di bawah 11 g/dL. Kondisi ini erat kaitannya dengan kurangnya asupan zat besi dalam pola makan sehari-hari dan menjadi faktor risiko utama gangguan tumbuh kembang. Data ini menegaskan bahwa anemia pada anak masih menjadi tantangan serius di tingkat masyarakat.
Dalam konteks penyakit paru, terutama tuberkulosis (TB), masalah anemia menjadi semakin penting. Studi hematologi tahun 2024 di Indonesia menunjukkan bahwa 32,4% pasien TB paru mengalami anemia, berdasarkan parameter hemoglobin, hematokrit, dan indeks eritrosit. Walaupun penelitian ini dilakukan pada pasien dewasa, mekanisme biologisnya relevan pada anak: infeksi kronis paru menurunkan produksi sel darah merah dan mengubah distribusi zat besi dalam tubuh.
Data primer juga memperlihatkan contoh kasus yang jelas. Pada tahun 2025, dilaporkan seorang remaja 16 tahun dengan TB paru aktif disertai anemia mikrositik hipokrom, dengan kadar hemoglobin 7,8 g/dL. Temuan ini memperlihatkan bagaimana infeksi paru dapat muncul bersamaan dengan anemia berat, sehingga kondisi pasien semakin kompleks. Bercak putih pada rontgen paru, yang awam disebut โflek paruโ, dapat berhubungan dengan proses infeksi aktif seperti ini.
Lebih lanjut, penelitian di Indonesia tiga tahun terakhir menemukan bahwa 61,2% pasien TB mengalami anemia dengan berbagai tingkat keparahan. Jenis anemia yang paling banyak ditemukan adalah anemia penyakit kronis (normositik normokromik), yang terjadi bukan semata karena kekurangan zat besi, tetapi akibat proses inflamasi yang menghambat produksi sel darah merah. Kondisi ini dapat memperburuk daya tahan tubuh pasien, termasuk pada anak.
Secara biologis, hubungan antara anemia dan infeksi paru bersifat dua arah. Anak dengan anemia defisiensi besi memiliki sistem imun yang lebih lemah, sehingga lebih mudah terinfeksi kuman, termasuk Mycobacterium tuberculosis penyebab TBC. Sebaliknya, ketika infeksi paru kronis terjadi, tubuh melepaskan mediator peradangan seperti interleukin-6 yang menekan pembentukan sel darah merah. Akibatnya, kadar hemoglobin semakin menurun, memperburuk keadaan klinis anak.
Dalam praktik klinis di Indonesia, anak yang dicurigai memiliki โflek paruโ pada rontgen tidak cukup hanya diperiksa status infeksi TBC saja. Evaluasi kadar hemoglobin dan status gizi menjadi bagian penting, karena anemia bisa memperburuk perjalanan penyakit paru. Data primer menunjukkan bahwa pemeriksaan hematologi sederhana dapat memberikan informasi penting untuk perencanaan terapi yang lebih menyeluruh.
Selain itu, asupan gizi harian anak harus mendapatkan perhatian. Penelitian pada pasien TB paru di Semarang melaporkan bahwa rata-rata asupan zat besi hanya sekitar 5,8 mg per hari, di bawah kebutuhan harian anak. Hal ini menegaskan bahwa koreksi nutrisi, terutama zat besi dari makanan hewani dan nabati, sangat penting dalam mencegah anemia yang dapat berujung pada kerentanan infeksi paru.
Dengan demikian, bukti ilmiah lima tahun terakhir memperlihatkan bahwa anemia dan infeksi paru, termasuk kasus flek paru yang sering merujuk pada TB, saling berkaitan erat. Pemantauan hemoglobin, perbaikan gizi, dan tata laksana infeksi paru harus berjalan bersamaan agar anak tidak terjebak dalam siklus gizi burukโanemiaโinfeksi yang berulang.
Untuk mendukung upaya pemulihan yang menyeluruh tersebut, orang tua dapat mempertimbangkan peran nutrisi herbal sebagai pendamping. Enteros hadir sebagai solusi yang dirancang untuk membantu mengatasi kedua masalah tersebut secara sinergis. Kandungan utamanya, ekstrak kurma, secara ilmiah terbukti efektif membantu perbaikan profil darah seperti hemoglobin dan eritrosit pada pasien yang mengalami anemia. Diperkaya dengan bahan alami lain yang berfungsi menjaga imunitas, Enteros bekerja sebagai suplemen komplementer. Karena terbuat dari 100% herbal alami, Enteros menjadi pilihan yang aman dan efektif tanpa menimbulkan efek samping untuk membantu memutus siklus gizi burukโanemiaโinfeksi pada anak.